Senin, 25 November 2013

Menyanyi Dalam Jiwo J#ncuk

"Orang-orang yang menyanyi, orang yang mungkin beruntung. Beruntung, karena orang yang menyanyi sesungguhnya sedang mengambil jarak terhadap duka citanya." (Jiwo J#ncuk, hal. 121)

Apa iya saya begitu? Setahu saya, ketika saya menyanyi di hadapan orang banyak, saya merasakan sesuatu yang menyenangkan. Kalau ternyata menurut Sudjiwo Tedjo, menyanyi itu berarti sedang mengambil jarak terhadap duka cita. Menurut saya lain lagi, menyanyi untuk saya adalah cara saya menikmati duka cita. Menjadikan duka cita sebagai sesuatu yang menyenangkan, alasannya ya karena semua yang saya rasakan keluar melelui lagu-lagu yang saya nyanyikan.

Seperti ketika saya menyanyikan Anyer, 10 Maret milik Slank. Saya tidak sedang berduka, tidak sedang bersedih, tapi rasanya saya telah membuang semua perasaan terpendam bersama lagu itu. Entah perasaan apa. Padahal sama sekali lagu itu bukan lagu yang mewakili perasaan saya ketika itu. Atau mungkin terbawa suasana ya?

Juga ketika saya menyanyikan lagu Cinta Terakhir dari Gigi beberapa tahun silam. Rasanya saya seperti terbawa musiknya, mengiringi semua perasaan yang saya pendam. Perasaan yang saya tidak pernah tahu persis bagaimana sesungguhnya perasaan itu. Bukan duka, bukan sedih, hanya merasakan lega yang luar biasa ketika semua bisa keluar berasama lagu yang saya nyanyikan.

Dua lagu di atas memang lagu sedih yang mungkin bisa membuat orang bunuh diri saat mendengarnya. Tapi ketika saya menyanyikan lagu yang "bukan lagu sedih", seperti Lama-lama Aku Bosan milik Audy, yang saya rasakan masih sama! Perasaan lega.

Jadi saya sendiri menyimpulkan, menyanyi adalah cara saya menikmati duka cita dan perasaan apapun dalam diri saya. Perasaan yang saya pendam, dan hanya bisa keluar ketika saya menyanyi di hadapan banyak orang. That's it.

0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon